18 January 2008

Philip Pullman yang Dicerca

Seorang sahabat mengirimkan sebuah email mengenai penodaan agama Kristen melalui film Philip Pullman yang sedang diputar di bioskop. Film tersebut berjudul "The Golden Compass", diangkat dari buku Pullman yang berjudul "Northen Lights". Di dalam email tersebut diceritakan bahwa Pullman adalah seorang atheis militan yang ingin membunuh 'Tuhan' dalam pikiran anak-anak, dan bagaimana dampaknya jika film tersebut ditonton oleh anak-anak. Bahkan ia juga mengkritik trilogi Narnia yang sarat dengan muatan kitab suci.

Kemudian secara iseng, saya mulai berkelana, mencari informasi mengenai Philip Pullman yang sesungguhnya. Pullman mulai menulis trilogi His Dark Materials pada tahun 1993. Dan baru pada tahun 1996 bukunya yang pertama (Northen Lights) diterbitkan.

Memang benar, ia memberikan kritik terhadap Narnia di harian Guardian. Ia menguraikan pada bagian apa saja ia merasa logikanya terusik. Kritik tersebut diberikan karena Pullman menginginkan peran fiksi (yang seharusnya dapat selalu melemparkan pertanyaan moral) hendaknya tidak disisipi dengan propaganda.

Ada memang yang memberikan label 'semi-satanic' atau bahkan menjulukinya sebagai 'the most dangerous author in Britain'. Namun terlepas dari berbagai tuduhan tersebut, Pullman selalu bersikap bersahabat dan dapat menjadi partner debat yang murah hati. Ia juga terus menerus menerima pertanyaan mengenai tulisan, ucapan dan bagaimana pandangannya terhadap agama (banyak yang mengecap ia bersikap negatif terhadap gereja di dalam bukunya).

Namun ia juga mempertegas di dalam salah satu wawancara, bahwa ia hanya mempertanyakan dogma. Ia tidak menyerang gereja, ia hanya melihat betapa sejarah membuktikan bahwa agama seringkali dibawa ke dalam kekuasaan. Dan ketika agama telah bercampur banyak di dalam kehidupan manusia, memasuki arena politik, maka sebagai manusia yang memiliki akal budi, sudah sepantasnya kita mempertanyakan hal itu. Sejarah telah membuktikan bahwa masa-masa kegelapan muncul dari akumulasi rasa benci yang bertumpuk. Dan orang-orang yang buta oleh dogma akan memiliki pemikiran yang sempit dan tak akan mampu untuk melihat dari sudut pandang yang jauh lebih luas.

Dalam kesempatan yang lain, ia juga menulis bahwa ketika seseorang rela mati demi agamanya, ketika seseorang rela untuk membunuh demi agamanya, jelas bahwa ada sesuatu yang salah dan harus diteliti lebih lanjut. Ketika kita seharusnya merayakan kehidupan dan cinta, namun pikiran orang-orang diselimuti oleh rasa takut terhadap dogma, kematian, dan kebencian.

Hal ini hendaknya menjadi pemikiran bersama, karena selama manusia eksis, kita akan terus dihadapi dengan dilema moral yang tiada habisnya. Jadi penasaran untuk menonton film nya :p